Lima hari yang lalu, bangsa Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-66. Meski tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya karena bertepatan dengan bulan Ramadhan, tetapi semangat membangkitkan nasionalisme tetap terasa termasuk di kalangan netizen. Beberapa aktivis dunia maya menginisiasi upacara bendera digital, yakni gerakan partisipatif anak muda Indonesia yang mem-posting tentang kemerdekaan di Twitter dengan tagar #17an. Selain Twitter, masyarakat juga bisa mengirimkan via SMS ke beberapa nomor yang telah ditentukan.
Boleh kita memperingati kemerdekaan dengan berbagai cara, bahkan itu bagus. Setidaknya upaya ini sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali. Tetapi, apakah Indonesia benar-benar sudah merdeka? Secara de facto (hukum), sejak 17 Agustus 1945 secara resmi Indonesia sudah merdeka. Tidak ada bangsa asing yang terang-terangan menduduki negara ini dan menjajahnya dengan cara kekerasan. Tetapi bagaimana kenyataannya (de jure), ini yang perlu dipertanyakan.
Beberapa media mengungkapkan keprihatinan ini. Kompas misalnya, pada Mei silam pernah menulis tentang “Ekonomi Indonesia Didominasi Asing”. Berbagai bidang industri di Indonesia tak ada yang bebas dari cengkeraman asing, termasuk telekomunikasi. Masih di Kompas, harian terbesar di Indonesia ini juga pernah menyoroti perlunya ketahanan telekomunikasi di Indonesia akibat masuknya investor asing di sektor telekomunikasi yang tak terhindarkan akibat kebijakan privatisasi pasca krisis ekonomi 1998.
Coba perhatikan dari berbagai unsur di industri telekomunikasi, adakah yang merupakan produk dalam negeri? Dari sisi operator, hampir semua yang beroperasi di Indonesia dikuasai asing. Meski ada yang masih milik dalam negeri, tetapi hanya operator kecil di jaringan CDMA. Semua operator GSM dikuasai asing.
Dua operator terbesar yang masih ada unsur BUMN misalnya. Porsi saham terbesar PT Indosat Tbk dikuasai perusahaan Qatar Telecom sebanyak 65 persen, kemudian dari Norwegia (Skagen AS) sebanyak 5,38%. Pemerintah hanya memiliki 14,29% dan sisanya untuk publik sebanyak 15,33%. Bahkan Telkomsel yang mengaku Paling Indonesia dengan pelanggan lebih dari 100 juta saja sebanyak 35% sahamnya dimiliki oleh perusahaan Singapura SingTel Mobile dan sisanya 65% dikuasai Telkom.
Perusahaan swasta lebih besar lagi. Sebanyak 66,7% saham XL dikuasai Axiata Group Berhad, Malaysia. Kemudian Etisalat memiliki 13,3% dan sisanya 20% untuk publik. Hal serupa untuk Axis dan Tri yang semuanya milik asing. Praktis, hampir semua frekuensi telekomunikasi Indonesia dikuasai oleh asing.
Sementara itu dari sisi jaringan sudah jelas. Belum ada satupun perusahaan nasional yang memiliki kemampuan untuk mengelola jaringan telekomunikasi. Saat ini ada empat vendor yang dipercaya mengelola jaringan telekomunikasi operator di Indonesia yang semuanya adalah asing. Dua dari dari Eropa yakni Nokia Siemens Network dan Ericsson. Dua lagi dari China yakni Huawei dan ZTE.
Bagaimana dengan perangkat dari sisi end user? Saat ini sudah banyak beredar hape lokal yang harganya murah meriah seperti merek Nexian, HT Mobile, TiPhone dan lainnya. Tetapi itu hanya sekadar merek, karena pesannya masih dari China. Sedangkan Nokia, BlackBerry, Sony Ericsson, iPhone, Samsung, LG, HTC dan lainnya jelas-jelas merek global dari luar negeri. Jadi, masih adakah yang produk dalam negeri? Masih ada. Yakni karyawan perusahaan telekomunikasi yang sebagian besar adalah anak bangsa. Dan tentu saja konsumennya yang penduduk Indonesia.
Hanya menjadi pasar, apa yang patut dibanggakan? Hal ini memang sulit untuk dihindari. Butuh waktu yang sangat lama untuk membuat telekomunikasi Indonesia tak lagi tergantung dengan bangsa asing. Itupun kalau ada kemauan dan upaya. Jika tidak, mungkin akan selamanya. Upaya yang paling mungkin untuk saat ini hanya dari sisi konten khususnya aplikasi. Start up lokal sudah tumbuh. Mulai bermunculan aplikasi-aplikasi karya anak bangsa yang dibuat untuk smartphone. Harus lebih banyak lagi aplikasi lokal yang berkualitas dan semoga bisa mendunia. Semoga semangat membuat konten lokal menular juga ke yang lain seperti teknologi untuk perangkat.
dikutip dari : http://mrbambang.wordpress.com
asek
BalasHapusmaju terus dunia IT
BalasHapus